Istilah “Revolusi Industri 4.0” beberapa tahun belakangan tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Seperti dikutip dari http://pmbs.ac.id, Revolusi industri 4.0 merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ekonom asal Jerman, Profesor Klaus Schwab. Dalam bukunya yang bertajuk “The Fourth Industrial Revolution”. Klaus mengatakan empat tahap revolusi industri yang setiap tahapannya dapat mengubah hidup dan cara kerja manusia. Revolusi industri 4.0 sendiri merupakan tahap terakhir dalam konsep ini setelah tahapan pada abad ke-18, ke-20, dan awal 1970.
Setelah melalui tiga tahap revolusi industri tersebut, tahun 2018 disebut oleh Profesor Klaus sebagai awal zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Kini berbagai industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data yang lebih dikenal dengan nama Internet of Things (IoT).
Ada juga beberapa ilmuan berpendapat bahwa revolusi industri 4.0 sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2000 dimana dunia mulai mengenal internet. Sejak itu pula berubahan kehidupan oleh internet mulai terlihat seperti pengiriman suarat fisik diganti oleh E-mail.
Setiap terjadi revolusi industri akan mengakibatkan terjadinya “Disrupsi”. Tidak terkecuali era revolusi industri 4.0, Apa itu disrupsi? Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan hal tercabut dari akarnya. Jika diartikan dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadi perubahan yang fundamental atau mendasar. Satu di antara yang membuat terjadi perubahan yang mendasar adalah evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia.
Disrupsi terjadi di berbagai bidang. Misalnya bidang ekonomi, bisnis, pemerintahan, politik, sosial, budaya, dan bidang pendidikan. Pada bidang pendidikan, cara belajar siswa mulai tergeser. Sebelumnya siswa hanya dapat informasi dari guru dan buku teks sebagai sumber belajar utama. Sekarang siswa sudah mulai dapat belajar melalui internet lewat gadget atau komputer yang mereka miliki.
Kita sudah tahu keberadaan aplikasi android “Ruang Guru”, “Rumah Belajar” dan video pembelajaran di youtube. Di sana siswa dapat belajar apa saja materi yang dia inginkan asalkan terhubung dengan internet. Jika ada yang kurang jelas, siswa juga bisa mencari jawaban di mesin pencarian google. Semua pertanyaan bisa dijawab dalam waktu hitungan detik.
Keberadaan beberapa aplikasi dan web pembelajaran on line ini akan mengancam keberadaan guru. Guru bisa dianggap tidak menarik atau kurang up to date jika guru tidak mengikuti perkembangan teknologi. Maka untuk menjadi guru yang survive di abad 21 ini, kita harus beradaptasi dengan meningkatkan kompetensi TIK untuk sebagai media pembelajaran di era revolusi industri 4.0.
Menurut Prof. Dr. Ari Widodo, M.Ed dalam sebuat seminar pendidikan bertajuk “Pemanfaatan Android untuk pembelajaran sains”. Kita semua sudah sepakat bahwa untuk menjadi guru harus memahami kontek materi dan ilmu pedagogig. Untuk sebuah kontek materi, sebenarnya tidak akan ada perubahan yang begitu pesat. Tetapi ilmu pedagogig terus berkembang pesat dari tahun ke tahun, terutama dengan media pembelajaran. Maka guru harus terus menerus memperdalam dan meningkatkan ilmunya. Jika guru tidak mengikuti dan meningkatkan kemampuan pedagogignya maka dia akan tertinggal, dianggap siswa tidak up to date, cara mengajarnya telah usang bahkan bisa dikatakan punah profesi gurunya. Oleh karena itu, kita sebagai guru harus terus beradaptasi meningkatkan kompetensi ilmu pedadogig terutama kompetensi era revolusi industri 4.0
Menurut Sapti Winarni SPd pada https://satelitpost.com setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan era revolusi industri 4.0. Kelimanya meliputi:
Pertama, Educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini; Kedua, Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa; Ketiga, Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional; Keempat, Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya. Kelima, Conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.
Jadi pada abad 21 ini, Sebagai guru marilah meningkatkan kompetensi kita sesuai dengan era revolusi industri 4.0,. Dengan meningkatkan kompetensi itu maka kita sudah melakukan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai penutup dari saya, Selamat Hari Guru Nasional yang ke 74. Semoga Allah meridhoi, memberikan kesejateraan dan kebahagiaan bagi kita semua dalam umur yang panjang. Aamiin
REFERENSI:
Admin: Metode Pembelajaran Pendidikan Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 diakses 1 November 2019 [
http://pmbs.ac.id/news/Metode_Pembelajaran_Pendidikan_Dalam_Menghadapi_Revolusi_Industri_4.0]
Sapti Winarni SPd: Kompetensi Guru Era Revolusi Industri 4.0 diakses 1 November 2019 [
https://satelitpost.com/redaksiana/opini/kompetensi-guru-era-revolusi-industri-4-0]
Budhi Slamet Saepudin, S.Sos: Revolusi Industri 4.0 , Apakah itu? dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Pendidikan diakses. 3 November 2019 [
https://disdikkbb.org/?news=revolusi-industri-4-0-apakah-itu-dan-pengaruhnya-terhadap-dunia-pendidikan]